Rabu, 11 Mei 2016

Phobia

Arithmophobia


Numerophobia atau Arithmophobia adalah ketakutan berlebihan, konstan dengan angka. Kata-kata Arithmophobia dan Numerophobia keduanya berasal dari bahasa Yunani Latin di mana akar kata singkatan angka, dan phobos adalah bahasa Yunani untuk "takut".

Banyak orang dari seluruh dunia takut nomor. Beberapa mungkin khusus takut angka seperti 13 (Triskaidekaphobia), 666 (Hexakosioihexekontahexaphobia), atau 8 (Octophobia) yang biasanya terkait dengan Bad Luck roh-roh jahat dll phobia seperti biasanya memiliki akar budaya atau agama yang sering diperburuk oleh media dan cerita rakyat .

Namun, Arithmophobic (atau Numerophobic) individu mungkin takut semua jenis nomor, terutama perhitungan matematika yang kompleks. Hanya memikirkan untuk memecahkan persamaan aritmatika yang sulit di sekolah atau melakukan perhitungan dalam kehidupan sehari-hari bisa menyebabkan kepanikan intens si penderita. Jarum untuk mengatakan, rasa takut nomor dapat menempatkan banyak pembatasan pada kehidupan phobia dan bahkan dapat mempengaruhi standar hidupnya. S / ia sering merasa malu untuk mengakui masalah yang menyebabkan seseorang untuk menjadi sosial ditarik.

Penyebab Arithmophobia


Banyak ahli percaya bahwa ketakutan nomor mungkin memiliki akar di awal Universal ketika manusia pertama mulai menjaga waktu, menjaga kalender dan menggunakan sistem numerik. Mesir di awal waktu, misalnya adalah yang pertama mengukur waktu menggunakan kalender matahari. Budaya lain masih menandai musim dan hari berdasarkan kalender lunar. Konsep nol diberikan oleh sarjana Hindu Aryabhatta. Hal ini semakin memunculkan fakta bahwa jumlahnya terbatas dan tidak pernah berakhir. Secara bertahap, dengan sistem pembelajaran yang canggih, manusia mulai menjaga waktu tidak hanya pada pengamatan fenomena surgawi tetapi pada perhitungan numerik dan kronologi. Ini menekankan fakta bahwa angka dan waktu yang kompleks, yang tidak diketahui, berbeda-beda dan seringkali sulit dipahami.

Sama seperti phobia lainnya, phobia ini memiliki asal contohnya di peristiwa traumatis, akar penyebab Arithmophobia juga mungkin terletak pada pengalaman negatif di masa lalu seseorang. Gagal atau buruk Matematika di sekolah dapat menyebabkan ketakutan permanen nomor. Setelah menjadi bahan ejekan, dipukul, dimarahi, diintimidasi untuk tidak memiliki nilai baik dalam ujian matematika juga bisa memicu Numerophobia. Orang tua mungkin tidak sadar menanamkan rasa takut nomor pada anak-anak. Laporan seperti: "Matematika sulit, Anda akan gagal jika Anda tidak belajar" juga dapat menyebabkan anak takut nomor.
  
Faktor genetik keturunan dan kimia pada otak kadang-kadang dapat menyebabkan phobia ini. Sama  seperti phobia nomor lainnya, phobia nomor tertentu seperti takut nomor 13 atau 666 dll dapat didorong oleh keyakinan budaya atau agama atau bahkan acara TV dan film tentang mereka.

Gejala Numerophobia
Gejala khas Numerophobia/Arithmophobia meliputi:


1.      Penghindaran perilaku = Seorang anak dengan Numerophobia mungkin menangis atau berteriak ketika berfikir untuk pergi ke sekolah (Didaskaleinophobia). Dia tidak dapat mengekspresikan ketakutan ini dan  mengarah ke diagnosis yang salah dari penyebab kecemasan ini. Orang Dewasa yang memiliki Arithmophobia mungkin akan mencoba menemukan cara untuk menghindari angka. Hal ini dapat mempengaruhi mereka dalam karir mereka atau kehidupan pribadi. Seringkali mereka mungkin malu tentang masalah mereka. Mereka mungkin berbohong atau menutupi ketidakmampuan mereka untuk menangani masalah ini, yang mengarah ke hubungan yang tidak tenang.

2.      Beberapa, cenderung sangat takut kepada nomor sehingga mengarah ke kecemasan penuh, sesak nafas, berkeringat deras, merasa seperti melarikan diri atau bersembunyi, peningkatan detak jantung, pernapasan cepat adalah sebuah tanda. The phobia juga merasa terlepas dari s reality- / ia mungkin mengalami mulut kering, merasa mati rasa atau kebingungan, atau mungkin tidak dapat mengungkapkan pikiran seseorang jelas.

3.      Beberapa penderita phobia ini mungkin bisa bekerja dengan angka, tetapi mungkin mengalami kecemasan mendalam saat melakukannya.
Arithmophobia sering menyebabkan phobia terobsesi angka. Menghadapi angka di kalender atau telepon (atau dalam catatan memiliki tanggal yang ditulis) dapat membanjiri phobia tersebut. Berbelanja di toko-toko kelontong di mana kita harus menambahkan harga barang-barang, atau tip di restoran mungkin menjadi pekerjaan yang sulit bagi phobia tersebut.

Mengatasi Arithmophobia

Ada banyak terapi yang tersedia saat ini untuk membantu Anda mengatasi rasa takut nomor. Ini adalah metode cepat dan handal yang mencakup kombinasi obat dan psikoterapi. Tentu, obat baris terakhir pengobatan tidak hanya mereka membentuk kebiasaan tetapi juga penuh efek samping. Namun, dalam kasus kecemasan ekstrim yang mempengaruhi kehidupan sekolah atau bekerja, anti-depresan ringan dapat membantu. Tentu, tujuan pengobatan tersebut harus perlahan-lahan mengurangi ketergantungan pada obat dan mencapai tahap di mana kita dapat menghindari respon panik saat melihat atau memikirkan angka.

Banyak pilihan pengobatan, terutama Neuro terapi pemrograman Linguistic dapat dimanfaatkan untuk mengatasi phobia ini. Terapi ini membantu memprogram ulang respon otak untuk angka dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang saat bekerja dengan mereka.
terapi pemaparan bertahap dengan bantuan seorang praktisi yang terlatih juga dapat membantu seseorang mengatasi Arithmophobia. Ini termasuk dengan melihat angka, berpikir tentang mereka dan kemudian maju untuk memecahkan masalah sederhana dalam perhitungan numerik yang kompleks.


Konseling, terapi bicara dan hipnoterapi beberapa solusi lain yang sudah terbukti untuk mengatasi Numerophobia atau Arithmophobia ini.

Sumber: http://www.fearof.net/fear-of-numbers-phobia-numerophobia-or-arithmophobia/


Tanggapan

Phobia ini sangat mengganggu karena di keseharian kita pasti dihadapi dengan angka, sehingga para penderita menjadi terganggu pada kesehariannya. Mereka pun akhirnya menjalani kehidupannya dengan tidak bahagia karena di hantui oleh angka-angka yang ada setiap hari. Di jalan, di sekolah, dipasar, banyak sekali tempat-tempat dengan angka.


Saran

Sebaiknya phobia ini segera di obati dengan cara diatas karena bagi saya sangat tidak menyenangkan bila sedang berjalan-jalan dengan keluarga/teman dan kita melihat angka, akhirnya kita menjadi panik dan menggangu perjalanan yang lainnya. Dan untuk para penderita phobia ini, lawan lah ketakutan kalian dengan cara itu ketakutan kalian dengan perlahan akan hilang.

Senin, 07 Maret 2016

Kepribadian Bangsa Timur

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah s.w.t karena berkat dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kepribadian Bangsa Timur” Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Penyusun,


Jag Erdani Bhayang Pratama




BAB I
PENDAHULUAN

Bangsa Timur umumnya dikenal baik dengan mengedepankan norma-norma, moral, dan etika, dan nilai adat istiadat serta nilai kebudayaannya yang sangat dijunjung tinggi. Kepribadian Bangsa Timur juga identik dengan tutur kata yang lemah lembut dan sopan dalam berpakaian serta santun dalam berperilaku. Tak heran bahwa Bangsa Timur sangat terkenal dengan keramah tamahan penduduknya yang lebih bersahabat. Salah satu dari bangsa timur itu adalah bangsa Indonesia. 

Sejak jaman dahulu bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa lain sebagai bangsa yang memiliki kepribadian positif. Selain itu, Bangsa Indonesia juga dikenal sebagai Negara yang memiliki adat istiadat yang sangat beragam. Sebagai bangsa timur Indonesia dikenal juga sebagai bangsa yang memiliki kepribadian santun, ramah, suka bergotong-royong, peduli, empati, dan lain sebagainya.




BAB II
LANDASAN TEORI

kebudayaan bangsa timur di zaman yang semakin modern ini kebudayaan sudah menjadi hal yang bukan memperlihatkan kepribadian. karena sekarang kebudayaan sudah banyak di pengaruhi oleh faktor-faktor. yang membuat ke aslian budaya itu sendiri pudar dengan sendirinya.dilihat dari kebudayaan bangsa timur saja yang mulai mengkuti kebudayaan bangsa barat.
     
bicara tentang kebudayaan bangsa timur, dahulu sering dikenal bahwa kebudayaan bangsa timur adalah kebudayaan seorang bangsa yang baik, sopan, dan lebih bisa menjaga nilai-nilai kebudayaannya. tetapi kini bangsa timur sudah mulai tercemar oleh westernisasi atau pengaruh budaya barat. karena hampir semua budaya asli setiap bangsa timur muali berganti mengikuti kebudayaan bangsa barat dan biasanya itu kebuyaan yang lebih negative di banding kebudayaannya.

     
akibat dari pengaruh kebudayaan bangsa lain kedalam bangsa timur, membuat bangsa timur menjadi bangsa yang lebih buruk di pandangan dan tidak memiliki kepribadian yang sopan. selain itu akibat lainnya adalah lebih positive yaitu membuat kebudayan bangsa timur bisa di kembangkan dengan baik, dengan melihat juga kebudayaan bangsa barat yang baik.

     
bicara tentang kebudayaan bangsa timur, kita akan lebih kental dengan kebudayaan indonesia. kebudayaan indonesia mulai berubah, dahulu indonesia memiliki kebudayaan yang sangat baik, contoh gampangnya saja kesopanan terhadap wisatawan mancanegara. kebudayaan bangsa indonesia selain itu juga ada yang berbentuk seni yaitu reog, batik, wayang dan kawan kawan. tetapi kini budaya itu tidak di jaga dengan baik sehingga terjadi perebutan.

Indonesia sebagai salah satu contoh negara di bangsa timur yang kebudayaannya mulai di pengaruhi oleh budaya lain. kita lihat dari perubahannya, kebudayaan indonesia menjadi buruk, jadi menurut saya kebudayaan yang di pengaruhi itu berubah menjadi buruk.




BAB III
PEMBAHASAN

Manusia dimuka bumi ini mendiami wilayah yang berbeda, ada yang mendiami wilayah timur, wilayah barat dan wilayah timur tengah. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Negara Indonesia termasuk ke dalam bangsa Timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Bangsa Timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat. Orang-orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa Timur, mengapa? Karena mereka senang dengan kepribadian bangsa Timur yang tidak individualis dan saling tolong menolong.

Kepribadian bangsa timur dapat diartikan suatu sikap yang dimiliki oleh suatu negara yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Kepribadian bangsa timur pada umumnya merupakan kepribadian yang mempunyai sifat toleransi yang tinggi. Kepribadian bangsa timur, kita Tinggal Di Indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Di dunia bangsa timur dikenal sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat.

Bangsa timur identik dengan benua asia yang penduduknya sebagian besar berambut hitam, berkulit sawo matang dan adapula yang berkulit putih, bermata sipit. Sebagian besar cara berpakaian orang timur lebih sopan dan tertutup mungkin karena orang timur kebanyakan memeluk agama islam dan menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku. Namun di zaman yang sekarang ini orang timur kebanyakan meniru kebiasaan orang barat. Kebiasaan orang barat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kebiasaan orang timur dapat memengaruhi kejiwaan orang timur itu sendiri.

Pada umumnya kepribadian bangsa timur adalah sangat terbuka dan toleran terhadap bangsa lain, tetapi selama masih sesuai dengan norma, etika serta adat istiadat yang ada. Namun walaupun kita sudah tahu banyak tentang kepribadian bangsa Timur kita tidak bisa selalu beranggapan bahwa kebudayaan bangsa Timur lebih baik dari bangsa Barat. Karena semua hal pasti ada sisi positif dan negatifnya. Tidak ada di dunia ini yang sepenuhnya baik.


BAB IV
PENUTUP


Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam budaya kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat didalam masyarakat kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi juga mulai terpengaruh budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makanan-makanan yang berasal dari luar seperti KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi menu keseharian dalam kehidupan kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya berbagai jenis makanan tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak dapat dihindarkan bahwa anak cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis makanan tradisional yang berasal dari daerah asal mereka.
Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak dalam rangka melestarikan budaya.



DAFTAR PUSTAKA

Jumat, 18 Desember 2015

Kemajemukan Di Indonesia Dari Segi Konsensus/ kesepakatan yang disetujui

Indonesia Masyarakat Majemuk 

Dalam pembahasan sebelumnya telah dipaparkan mengenai potensi keberagaman budaya di Indonesia. Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society), yaitu sebuah masyarakat yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional sebagai sebuah masyarakat negara dan sebagai bangsa atau nasional. Yang menjadi sebuah pertanyaan besar adalah dampak dari keberagaman budaya bagi integrasi bangsa. Di dalam potensi keberagaman budaya tersebut sebenarnya terkandung potensi disintegrasi, konflik, dan separatisme sebagai dampak dari negara kesatuan yang bersifat multietnik dan struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural. Menurut David Lockwood konsensus dan konflik merupakan dua sisi mata uang karena konsensus dan konflik adalah dua gejala yang melekat secara bersama-sama di dalam masyarakat. Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia selalu diwarnai oleh gerakan separatisme, seperti gerakan separatis DI/TII dan RMS di Maluku. Gerakan tersebut saat ini juga berlangsung di Provinsi Papua yang dilakukan oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka) di provinsi paling timur di Indonesia tersebut. Karena struktur sosial budayanya yang sangat kompleks, Indonesia selalu berpotensi menghadapi permasalahan konflik antaretnik, kesenjangan sosial, dan sulitnya terjadi integrasi nasional secara permanen. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan budaya yang mengakibatkan perbedaan dalam cara pandang terhadap kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat. Menurut Samuel Huntington, Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi disintegrasi paling besar setelah Yugoslavia dan Uni Soviet pada akhir abad ke-20. Menurut Clifford Geertz apabila bangsa Indonesia tidak mampu mengelola keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etniknya maka Indonesia akan berpotensi pecah menjadi negara-negara kecil. Misalnya, potensi disintegrasi akibat gerakan Organisasi Papua Merdeka yang menginginkan kemerdekaan Provinsi Papua dari Indonesia. Pola kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat istiadat (custom differentiation) karena adanya perbedaan etnik, budaya, agama, dan bahasa. Kedua, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan struktural (structural differentiation) yang disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses potensi ekonomi dan politik antaretnik yang menyebabkan kesenjangan sosial antaretnik. Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia memiliki dua kecenderungan atau dampak akibat keberagaman budaya tersebut, antara
lain sebagai berikut.
1. Berkembangnya perilaku konflik di antara berbagai kelompok etnik.
2. Pemaksaan oleh kelompok kuat sebagai kekuatan utama yang mengintegrasikan masyarakat.


Namun, kemajemukan masyarakat tidak selalu menunjukkan sisi negatif saja. Pada satu sisi kemajemukan budaya masyarakat menyimpan kekayaaan budaya dan khazanah tentang kehidupan bersama yang harmonis apabila integrasi masyarakat berjalan dengan baik. Pada sisi lain, kemajemukan selalu menyimpan dan menyebabkan terjadinya potensi konflik antaretnik yang bersifat laten (tidak disadari) maupun manifes (nyata) yang disebabkan oleh adanya sikap etnosentrisme, primordialisme, dan kesenjangan sosial. Salah satu gejala yang selalu muncul dalam masyarakat majemuk adalah terjadinya ethnopolitic conflict berbentuk gerakan separatisme yang dilakukan oleh kelompok etnik tertentu. Etnopolitic conflict dapat dilihat dari terjadinya kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

 Gerakan perlawanan ini bukan hanya timbul karena didasari oleh adanya ketidakpuasan secara politik masyarakat Aceh yang merasa hak-hak dasarnya selama ini direbut oleh pemerintah pusat. Selama ini rakyat Aceh merasa terpinggirkan untuk mendapatkan akses seluruh kekayaan alam Aceh yang melimpah ditambah adanya sikap primordialisme dan etnosentrisme masyarakat Aceh yang sangat kuat. Pola etnopolitic conflict dapat terjadi dalam dua dimensi, yaitu pertama, konflik di dalam tingkatan ideologi. Konflik ini terwujud dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh pendukung suatu etnik serta menjadi ideologi dari kesatuan sosial. Kedua, konflik yang terjadi dalam tingkatan politik. Konflik ini terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian akses politik dan ekonomi yang terbatas dalam masyarakat. Perbedaan kesejarahan, geografis, pengetahuan, ekonomi, peranan politik, dan kemampuan untuk mengembangkan potensi kebudayaannya sesuai dengan kaidah yang dimiliki secara optimal sering menimbulkan dominasi etnik dalam struktur sosial maupun struktur politik, baik dalam tingkat lokal maupun nasional. Dominasi etnik tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan dominan (dominant culture) dan kebudayaan tidak dominan (inferior culture) yang akan melahirkan konflik antaretnik yang berkepanjangan. Dominasi etnik dan kebudayaan dalam suatu masyarakat apabila dimanfaatkan untuk kepentingan golongan selalu melahirkan konflik yang bersifat horizontal dan vertikal.


Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Budaya di Indonesia

Berbagai persoalan yang timbul akibat keberagaman budaya bangsa Indonesia yang plural dan majemuk ini memerlukan sebuah model penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga konflik sosial yang selama ini berkembang dapat diminimalkan. Sebuah masyarakat yang memiliki karakteristik heterogen pola hubungan social antarindividunya di dalam masyarakat, harus mampu mengembangkan sifat toleransi dan menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan menerima setiap perbedaan-perbedaan yang melekat pada keberagaman budaya bangsa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep yang mampu mewujudkan situasi dan kondisi sosial yang penuh kerukunan dan perdamaian meskipun terdapat kompleksitas perbedaan.

Kebesaran kebudayaan suatu bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keanekaragaman kebudayaan dalam sebuah kesatuan yang dilandasi suatu ikatan kebersamaan. Salah satu pengembangan konsep toleransi terhadap keberagaman budaya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang multicultural dengan bentuk pengakuan dan toleransi, terhadap perbedaan dalam kesetaraan individual maupun secara kebudayaan. Dalam masyarakat multikultural, masyarakat antarsuku bangsa dapat hidup berdampingan, bertoleransi, dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya merupakan sebuah wacana, tetapi harus dijadikan pedoman hidup dan Ciri khas masyarakat majemuk seperti keanekaragaman suku bangsa telah menghasilkan adanya potensi konflik antarsuku bangsa dan antara pemerintah dengan suatu masyarakat suku bangsa.

Potensi-potensi konflik tersebut merupakan permasalahan yang ada seiring dengan sifat suku bangsa yang majemuk. Selain itu, pembangunan yang berjalan selama ini menimbulkan dampak berupa terjadinya ketimpangan regional (antara Pulau Jawa dengan luar Jawa), sektoral (antara sektor industri dengan sektor pertanian), antarras (antara pribumi dan nonpribumi), dan antarlapisan (antara golongan kaya dengan golongan miskin). nilai-nilai etika dan moral dalam perilaku masyarakat Indonesia. Dalam prinsip multikulturalisme ini penegakan prinsip-prinsip demokrasi menjadi tujuan utama nilai-nilai sosial. Dalam melaksanakan prinsip demokrasi terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, sistem negara menganut prinsip demokrasi partisipatif. Dalam sistem demokrasi partisipatif, hukum adalah supremasi tertinggi dengan tidak memihak pada kelompok tertentu. Semua kelompok masyarakat, baik mayoritas atau minoritas, kaya atau miskin dikendalikan melalui prinsip-prinsip hukum yang objektif. Kedua, adanya distribusi pendapatan dan sarana ekonomi yang relatif merata. Artinya, tidak terjadi ketimpangan social ekonomi antarlapisan, golongan, dan daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi dan politik sangat penting dalam mengelola masyarakat majemuk tersebut. Selain itu, alternatif penyelesaian keberagaman budaya yang ada di Indonesia dilakukan melalui interaksi lintas budaya dengan mengembangkan media sosial, seperti pengembangan lambang-lambang komunikasi lisan maupun tertulis, norma-norma yang disepakati dan diterima sebagai pedoman bersama, dan perangkat nilai sebagai kerangka acuan bersama. Sebenarnya interaksi lintas budaya bagi masyarakat Indonesia yang tersebar di
Kepulauan Nusantara bukan merupakan hal yang baru. Jauh sebelum kedatangan orang Eropa, mobilitas penduduk di Kepulauan Nusantara tersebut cukup tinggi yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa atau golongan sosial perkotaan di Indonesia. Gejala tersebut bukan hanya membuktikan betapa tingginya Berdasarkan pola-pola pemukiman yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa terdapat pola pembagian kerja yang cukup rapi antara anggota suku bangsa dan golongan sosial yang membentuk corporate group perkotaan Indonesia di masa lampau. Pembagian kerja atau spesialisasi yang menjadi sumber mata pencaharian yang ditekuni oleh masing-masing kelompok suku bangsa atau golongan sosial tersebut telah mendorong mereka untuk mendirikan perkampungan yang memberikan kesan eksklusif. Walaupun perkampungan eksklusif kesukuan ataupun golongan tersebut kini telah berkurang (survival), namun dalam perkembangan di perkotaan nampak adanya kecenderungan para pendatang baru untuk hidup berkelompok dalam suatu perkampungan. Hal ini didorong oleh adanya kesamaan profesi. Misalnya, di kota Surakarta terdapat perkampungan batik Laweyan, perkampungan Islam Kauman atau perkampungan pecinan. mobilitas penduduk di masa lampau, melainkan juga mencerminkan adanya pola-pola interaksi sosial lintas budaya.


Sikap Toleransi dan Empati Sosial terhadap Keberagaman
Budaya di Indonesia

Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia, para pendiri negara telah menyadari akan arti pentingnya pengembangan kerangka nilai atau etos budaya yang dapat mempersatukan masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Kesadaran tersebut dituangkan dalam UUD 1945, Pasal 32 yang berbunyi,”pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Hal tersebut diperkuat dalam penjelasan UUD 1945, ”Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak di daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.” Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok suku, agama, daerah, dan ras yang beraneka ragam. Hal ini merupakan ciri khas masyarakat Indonesia sehingga Indonesia disebut sebagai masyarakat majemuk. Pada beberapa kelompok adat yang ketat, membedakan antarwarga dengan bukan warga. Kehadiran orang asing dilalui dengan mengadakan upacara adopsi untuk mempermudah
perlakuan, kecuali kalau yang bersangkutan akan tetap diperlakukan sebagai orang luar atau musuh. Hal tersebut tercermin dalam upacara penyambutan pejabat di daerah Tapanuli di masa lampau. Para tamu tersebut biasanya disambut dengan upacara adat yang memperjelas kedudukannya dalam struktur sosial masyarakat Batak yang terikat dalam hubungan perkawinan tiga marga (dalihan na tolu).

Pada adat perang suku Dani di pegunungan Jayawijaya, di luar kelompok kerabat patrilineal, hubungan kekerabatan berasal dari kelompok sosial yang sangat kuat sehingga untuk mempermudah perlakuan terhadap orang asing maka upacara kelahiran kembali biasanya dilakukan terhadap tamu asing yang dihormati. Selain itu, di masa lampau, untuk mensahkan kewenangan Gubernur Jenderal van Imhoff sebagai wakil ratu, Belanda mengundang raja Jawa sebagai penguasa tertinggi di Mataram. Beliau diberi gelar sebagai Kanjeng Eyang Paduka Tuan Gubernur Jenderal untuk menunjukkan senioritas dalam struktur sosial.


Pengembangan Sikap Toleransi dan Empati Sosial terhadap
Keberagaman Budaya di Indonesia

Untuk memelihara kesetiakawanan sosial maka suatu kelompok suku bangsa biasanya mengembangkan simbol-simbol yang mudah dikenal, seperti bahasa, adat istiadat, dan agama. Setiap suku bangsa tersebut merasa bahwa mereka memiliki simbol-simbol tertentu. Simbol ini diyakini perbedaannya dengan simbol-simbol suku bangsa lainnya dan berfungsi sebagai media untuk memperkuat kesetiakawanan social mereka.

Di Indonesia terdapat suku bangsa dan golongan sosial yang terlibat dalam interaksi lintas budaya secara serasi sehingga melahirkan sukusuku bangsa baru. Ini merupakan hasil amalgamasi atau asimilasi budaya. Salah satu bentuk amalgamasi budaya yang melahirkan suku bangsa baru adalah yang terjadi di Batavia. Penduduk Batavia yang berdatangan dari berbagai tempat dengan memiliki keanekaragaman latar belakang kebudayaan tersebut berhasil dipersatukan dalam kebudayaan Betawi yang dipimpin oleh Muhammad Husni Thamrin pada tahun 1923. Selanjutnya, setiap kelompok suku bangsa maupun golongan yang ada
menanggalkan simbol-simbol kesukuan mereka dan mengembangkan simbol-simbol kesukuan baru serta memilih agama Islam sebagai media sosial yang memperkuat kesetiakawanan sosial.

1. Proses Integrasi Budaya
Pada masa pendudukan Jepang juga terjadi proses integrasi budaya di Indonesia. Jepang yang berusaha meraih simpati dari rakyat Indonesia, dengan mensahkan penggunaan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi maupun dalam pergaulan sosial sehari-hari. Pengaruh kebijakan tersebut sangat besar dalam pengembangan budaya kesetaraan pada masyarakat Indonesia. Keputusan Jepang untuk memberlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi tersebut bukan hanya mengukuhkan media sosial yang diperlukan melainkan juga mematahkan salah satu lambang arogansi sosial, yaitu pemakaian bahasa Belanda pada masa penjajahan Belanda. Jasa lain penjajah Jepang yang tidak boleh diabaikan adalah pembentukan organisasi rukun tetangga (RT) sebagai organisasi sosial di tingkat lokal. Tujuannya untuk mempersatukan segenap warga masyarakat tanpa memandang asal usul kesukuan, golongan, dan latar belakang kebudayaan. Konsep ketetanggaan tersebut akan memainkan peranan penting dalam menciptakan wadah sosial yang dapat menjamin kebutuhan akan rasa aman warga, bebas dari kecurigaan, dan prasangka etnik, ras, dan golongan.

2. Sikap Toleransi dan Empati terhadap Keberagaman Budaya
Agar menghindarkan kecenderungan dominasi suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya maka harus ditingkatkan rasa toleransi dan empati terhadap keberagaman Indonesia. Misalnya, proyek pencetakan sejuta hektar sawah lahan gambut yang telah dibatalkan. Apabila proyek ini dilaksanakan dapat menjurus ke arah dominasi kebudayaan petani sawah dari Jawa yang dipaksakan kepada suku Dayak dan kebudayaannya yang dianggap kurang sesuai dengan arus pembangunan.


3. Penerapan Pendekatan Multikultural
Pengembangan model pendidikan yang menggunakan pendekatan multicultural sangat diperlukan untuk menanamkan nilainilai pluralitas bangsa. Sikap simpati, toleransi, dan empati akan tertanam kuat melalui pendidikan multikultural. Masyarakat menyadari akan adanya perbedaan budaya dan memupuk penghayatan nilainilai kebersamaan sebagai dasar dan pandangan hidup bersama. Melalui pendidikan multikultural, sejak dini anak didik ditanamkan untuk menghargai berbagai perbedaan budaya, seperti etnik, ras, dan suku dalam masyarakat. Keserasian sosial dan kerukunan pada dasarnya adalah sebuah mozaik yang tersusun dari keberagaman budaya dalam masyarakat. Melalui pendidikan multikultural, seorang anak dididik untuk bersikap toleransi dan empati terhadap berbagai perbedaan di dalam masyarakat. Kesadaran akan kemajemukan budaya dan kesediaan untuk bertoleransi dan berempati terhadap perbedaan budaya merupakan kunci untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Penerapan sikap toleransi dan empati sosial yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat akan mencegah terjadinya berbagai konflik sosial yang merugikan berbagai pihak.

Apa Konsensus Selalu Baik?

Ralf Dahrendorf, seorang sosiolog kenamaan asal Jerman, dalam karyanya Class and Class Conflict in Industrial Society (1959), menyatakan bahwa kehidupan sosial senantiasa diwarnai oleh dua hal, konflik dan konsensus. Konflik dapat berarti pertikaian yang lahir dari kesalapahaman antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dan konsensus dapat berarti upaya damai yang dilakukan guna menyelesaikan konflik, namun tak pelak konsensus yang dibuat akan menimbulkan konflik baru apabila perencanaan konsensus itu tidak dilakukan dengan matang. Singkatnya, Dahrendorf agaknya percaya pada dialektika ideologis Georg Wilhelm Friedrich Hegel bahwa konflik dan konsensus niscaya berputar secara sirkular layaknya tesis, antitesis dan sintesis, tak berujung. Mengkritisi pemikiran Dahrendorf, kita diantar pada sebuah pemahaman yang ortodoksal tentang dinamika kemasyarakatan di Indonesia. Apa itu? Masyarakat yang umumnya hidup di atas arus kebudayaan, kebudayaan yang kita pahami sebagai cara bertindak dan bertingkah laku. Kebudayaan Indonesia dapat dijelaskan menggunakan pendekatan Dahrendorf tadi, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menjunjung tinggi upaya penyelesaian konflik yang berbasis damai. Masyarakat Indonesia memang hidup dalam alam pikirannya masing-masing, bergantung pada kenampakan geografis dan historis, namun tetap memiliki pola hidup yang berfondasikan konsensus. Musyawarah merupakan salah satu produknya. Kita hidup dalam sebuah bingkai kultural yang solid, diperkuat oleh bangunan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Kita adalah bangsa yang satu.
            
Secara garis besar, masyarakat kita disiapkan menghadapi semua kenyataan yang diasumsikan sama, kalaupun pada kenyataannya berbeda, ia harus diubah menjadi sama dengan apa yang diasumsikan itu. proses sejarah yang panjang menjadika budaya konsensus ini terinstitusionalisasi dan terinternalisasi dalam pola pikir masyarakat dan menjadi budaya bersama (common minds). Akan tetapi, Indonesia sebagai sebuah identitas tidak dapat menutup diri terhadap kemajemukan. Mau ditaruh di mana diversitas itu apabila mata kita dibutakan oleh sebuah konsensus terus menerus? Orde baru, yang menjadi patron politik selama 32 tahun jelas menanamkan budaya konsensus tanpa konflik. Setiap gerakan kritis diberangus, setiap gerakan pengacau keamanan pun bernasib sama. Apabila ditelisik, Indonesia di era orde baru adalah Indonesia yang dilanda zaman kegelapan (Dark Age). Hal inipin terus berlanjut hingga saat ini ketika kemajemukan tidak lagi dipandang sebagai kekayaan dan keunggulan. Permasalahan bangsa saat ini diakibatkan absennya kesadaran manusianya terhadap karakteristik kebudayaan yang majemuk dan terjadi di depan mata kita ketika kemajemukan ini akan dicabut dari identitas bangsa. Kemajemukan memang selalu melahirkan potensi konflik, namun hal ini sehat adanya apabila setiap komponen mau terjun dan larut dalam refleksi mendalam tentang hakikat kemajemukan dalam konteks ke-Eka-an.
            
Sebuah paradoks terjadi, senada dengan wajah keindonesiaan kita yang tengah aktual. Bhinneka Tunggal Ika, berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Prinsip dasar terma yang pertama kali tercatat dalam kitab Sutasoma gubahan Mpu Tantular ini adalah kemajemukan sebagai rantai simpul persatuan. Terma ini tentu saja mengamini bahwa Nusantara di masa lampau dan hingga saat ini adalah bangsa yang majemuk. Kita tidak dapat 100% menyamakan kebutuhan masyarakat Aceh dan Papua, masyarakat Miangas dan Rote karena mereka memiliki alam pikirannya masing-masing. Apabila terdapat kebutuhan yang sama, hal ini menjadi lebih mudah untuk dipenuhi, namun perbedaan tentu sangat mungkin terjadi dalam sebuah kemajemukan. Akan tetapi, kita tetap disatukan oleh sebuah identitas yaitu Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia. Paradoksal memang.
            
Dalam membangun Indonesia yang lebih baik, para pemangku kepentingan dan segenap komponen bangsa harus insaf mengakui kemajemukan sebagai pemerkaya. Sebuah fase konflik niscaya terjadi dalam masyarakat tetapi hal itu akan dapat diatasi oleh masyarakat itu sendiri dengan sebuah konsensus yang mereka yakini. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia akan dengan sukarela terjun dalam konsensus apabila konflik telah terjadi. Bagaimana mungkin kita menkonsensuskan sesuatu yang tidak bermula dari konflik.  Keanekaragaman suku,agama, ras dan bahasa daerah menyimpan posibilitas konflik yang tidak kecil, namun patut diingat bahwa semua itu tidak akan menjadi masalah besar apabila segenap pihak mau terjun dalam konsensus yang benar-benar komprehensif.
            
Randall Collins, seorang sosiolog konflik menyatakan bahwa konflik dan konsensus adalah dua hal yang tidak baik dan tidak buruk. Hal ini terjadi karena karakter dasar manusia yang sosialistik (sociable). Collins memandang pentingnya konflik untuk mempurifikasi masyarakat. Jadi, menurutnya, konflik adalah sesuatu yang harus terjadi. Pendapat Collins sepatutnya dimaknai sebagai masukan berharga bagi para pemangku kepentingan agar arif menyikapi kemajemukan dan tidak melulu mengambil jalan konsensus bagi setiap  asumsi pengambilan kebijakan.
            
Konsensus akan jauh lebih bermanfaat setelah ada konflik, itu artinya, kita mesti mafhum bahwa setiap wajah kebudayaan akan mengantar kita pada pemahaman yang lebih utuh tentang hakikat kebangsaan kita. Memandang konsensus sebagai upaya menenteramkan masyarakat adalah hal yang perlu namun patut dicatat bahwa secara realistis, potensi salah tentu ada sehingga setiap upaya kritis masyarakat mesti disikapi secara kultural, bukan secara politis-ekonomis.

            
Bangunan kebangsaan didirikan di atas fondasi kemajemukan dan ke-Eka-an. Menjadi tanggung jawab kita merawatnya dan menyuburkan bunga-bunga di halamannya sehingga memperindah keseluruhan identitasnya. Merawat kemajemukan berarti merawat kelangsungan hidup semua komponen bangsa.


Sumber:

http://andrifardiansyah1.blogspot.co.id/2013/05/penyelesaian-masalah-akibat-keberagaman.html
http://lesehan-buku.blogspot.co.id/2015/04/mengapa-konsensus-tak-selalu-baik.html